BAB
I
Tinjaun
Umum
Tentang
Sosiologi Dakwah
A.
Sebab
Muncul Sosiologi Dakwah
Sosiologi Dakwah muncul karena dalam
kehidupan manusia menunjukan bahwa masyarakat, secara terus menerus mengalami
perubahan yang sangat cepat, progresif dan sering kali tampak gejala
desintregratif, yakni melonggarnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum.
Perubahan masyarakat yang sangat cepat itu menimbulkan Cultural Lag, yaitu ketertinggalan
kebudayaan kerena berhadapan dengan sejumlah kendala. Cultural Lag ini merupakan sumber masalah dalam masyarakat.
Seorang
da’i (pelaku dakwah) adalah manajer, informatory, konduktor dan sebagainya yang
harus berperilaku seperti yang diharapkan masyarakatnya. Seorang da’I yang
bertindak sebagai pendidik, pengajar, dan pembangun masyarakat diharapkan
berperilaku baik dan bermoral tinggi sebagai teladan bagi masyarakt masa akan
datang. Perkembangan masyarakat banyak dipengaruhi oleh factor-faktor internal
dari kalangan masyarakt itu sendiri atau factor ksternal yang dianggap memiliki
kewibawaan keberhasilan masyarakat untuk
mencapai kemajuan tidak hanya ditentukan oleh upaya-upaya anggota masyarakat
atau interaksi antara mad’u dan da’I melainkan juga antara mad’u dengan
lingkungan masyarakat dalam berbagai situasi yang dihadapi didalam atau diluar
wilayah tinggal masyarakat itu.
B.
Definisi
Sosiologi Dakwah
Secara
etimologi, Sosiologi Dakwah terdiri dari dua kata Sosiologi dan Dakwah.
Sosiologi berarti ilmu yang membahas tentang kemasyarakatan dan Dakwah berarti
upaya untuk mengajak orang kepada kebaikan. Sadangkan secara etimologi,
Sosiologi Dakwah adalah ilmu yang membahas tentang upaya untuk memecahkan
masalah-masalah dakwah dengan pendekatan sosiologis. Yang menjadi bahasan utama
adalah aspek-aspek sosiologi karena kegiatan dakwah memang terdapat aspek-aspek
sosiologi karena dalam kegiatan dakwah itu terdapat hubungan dan pergaulan
sosial, yakni hubungan dan pergaulan antara pelaku dakwah (da’i) dan mitra
dakwah (mad”u), da’i dengan da’I, mad’u dengan mad’u. hubungan dan pergaulan
sosial itu, menciptakan sebuah komunitas dekwah yang bisa tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat. Dengan kata lain sosiologi dakwah adalah ilmu pengetahuan
yang berupaya untuk memecah masalah-masalah dakwah dengan menggunakan
pendekatan dan analisis sosiologi.
C.
Eksistensi
Sosiologi Dakwah
Pemikiran dakwah merupakan bagian
dari pemikiran kemasyarakatan. Sosiologi dakwah dianggap mempunyai peran
stategis bagi pemikiran dakwah. Tugas dakwah menurut sosiologi adalah
memelihara keharmonisan kehidupan masyarakat dan mendorong kemajuan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri, yakni kemaslahatan umat atau
kemajuan masyarakat. Dengan demikian sosiologi dakwah merupakan salah satu dari
sosiologi khusus yang berfungsi untuk mengkaji struktur dan dinamika proses dakwah.
Termasuk dalam penegtian struktur ini adalah teori dan filsafat dan filsafat
dakwah, system budaya, struktur kepribadian dan hubungan kesemua itu dengan
tata sosial masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan dinamika adalah proses
sosial dan cultural, proses perkembangan
kepribadian, dan hubungan kesemua itu dengan proses dakwah
.
D.
Konsepsi
dan Posisi Sosiologi Dakwah
Berbagai kegiatan manusia sebagai
makhluk sosial memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Misalnya, kegiatan
manusia untuk berdakwah, yakni menyampaikan sesuatu ajaran atau mengajak kepada
suatu kebaikan. Dalam kegiatan berdakwah ini manusia berusaha untuk mengetahui
bagaimana proses berdakwah itu dari sisi sosial sehingga terjalin kegiatan
berdakwah. Dari konteks inilah kemudian lahir sosiologi dakwah. Karena itu
kelahiran sosiologi dakwah masih sangat terbatas untuk bisa diketahui oleh
masyarakat luas. Baik di Indonesia atau di dunia. Dalam tahap pembahsan yang
sangat dasar, perumusan sosiologi dakwah merupakan upaya perintisan untuk pertumbuhan
dan perkembangan sebuah disiplin ilmu baru.
E.
Memahami
dan Melaksanakan Sosiologi Dakwah
Sosioalisasi keberagamaan merupakan bagian dari proses kegiatan
dakwah dan dalam proses sosialisasi, individu belajar beragama bertatakrama dan
memiliki berbagai ketrampilan sosial, seperti bertutur kata baik, bergaul,
peduli terhadap orang lain menghormati kepada orang tua dn sebagainya. Semua
proses sosialisasi keberagamaan berlangsung dalam interaksi individu dengan
lingkungan. Seperti orang tua, saudara-saudara, para ustad, teman-teman
sepermainan, informasi-informasi dari bacaan buku dan kitab, mendengarkan radio
atau menonton TV, mendengarkan perbincangan orang dll. Dalam hal ini diperlukan
filter untuk menyaring dan menangkal hal-hal yang tidak baik.
F.
Tujuan
Sosiologi Dakwah
Sosiologi
dakwah memperhatikan pengaruh seluruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai
tempat dan cara individu memperoleh dan mngorganisasi pengalamannya. Dengan
demikian dapat dikemukakan tujuan sosiologi dakwah sebagai berikut:
1.
Sosiologi dakwah
bertujuan menganalisis proses sosialisasi keberagamaan, baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat
2.
Sosiologi dakwah
bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial keagamaan
3.
Sosiologi dakwah
bertujuan mengalisis tingkat partisipasi orang-orang yang memiliki pengetahuan
keagamaan dalam kegiatan dakwah dalam masyarakat
4.
Sosiologi dakwah
bertujuan membantu menetukan tujuan dakwah
5.
Sosiologi dakwah
bertujuan memberikan pelatihan-pelatihan yang efektif bagi para da’I dalam
bidang sosiologi sehingga mereka benar-benar bisa melaksanakan tugas dakwah
secara cepat dan tepat.
BAB
II
Hubungan
Dakwah dan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi
Untuk memahami dan menjelaskan hubungan antara fenomena
dakwah dan masyarakat dalam perspektif sosiologi perlu dikemukakan tiga teori
besar sosiologi, yakni structural fungsional, interaksionisme simbolik, dan
teoripertukaran ketiga teorimasing-masing memiliki tiga paradigm yang snagat
popular, seperti dikemukakan George
Ritzer. Ketiga teori itu adalah teori fungsionalisme yang berada dalam
paradigm fakta sosial. Teori interaksionisme simbolik yang berada dalam
paradigma definisi sosial dan teori pertukaran sosial dalam paradigm perilaku
sosial.
A. Perspektif Fungsionalisme structural
Teori fungsionalisme
structural adalah suatu teori sosiologi yang terhimpun dalam paradigma fakta
sosial. Tokoh utama paradigma fakta sosial adalah Emile Durkhelm dua karya terkenalnya adalah The Rules of Sosiological Method(1895) dan Suicide(1897) yang merupakan model dari paradigm ini.
Fakta
sosial itu terdiri dari struktur sosial dan pranata – pranata sosial. Struktur
sosial menggambarkan jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses
dan menjadi terorganisasi. Sementara itunorma – norma sosial serta pola – pola
nilai sosial dalam masyarakat dikenal sebagai pranata – pranata sosial. Fakta
sosial dapat terwujud berupa kelompok, system sosial, posisi sosial, peranan -
peranan sosial, norma – norma, nilai – nilai, adat istiadat, keluarga, pemerintahan dan lain sebagainya. Fakta
sosial itu mengandung ciri –ciri utama, yakni bersifat umum(general), eksternal
dan memaksa(coercion). Maksud bersifat umum adalah keberlakuannya tidak hanya
untuk perorangan melainkan berlaku umum untuk komunitas. Bersifat memaksa(coercive)adalah
memaksa setiap orang untuk member arti seperti kesepakatan seluruh komunitas
pengguna bahasa itu dan tidak boleh member arti sendiri-sendiri. Sedangkan
bersifat eksternal adalah eksistensinya berada diluar eksistensi individu.
Horton dan Hunt dalam
sosiologi menjelaskan bahwa perspektif fungsionalisme structural itu memiliki
sejumlah asumsi yang digunakan untuk memahami masyarakat. Asumsi-asumsi
tersebut adalah sebagai berikut :
- Corak perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat.
- Pola-pola prilaku timbul untuk memahami kebutuhan dan hilang apabila kebutuhan berubah.
- Perubahan sosial dapat mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun setelah itu akan terjadi keseimbangan baru.
- Nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau difungsional pada saat dan tempat yang berbeda.
- Para fungsionalis mengajikan pertanyaan, misalnya bagaimana nilai praktek, nilai lembaga ini membantu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bagaimana hal tersebut bersesuaian dengan praktek serta lembaga yang diusulkan akan bermanfaat bagi masyarakat.
B. Teori Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionalisme simbolik
adalah salah satu teori yang termasuk dalam paradigm definisi sosial. Tokoh
paradigma ini adalah Max Weber dimana
karya-karyanya, terutama The Strukture of
Social Action menjadi model paradigma ini. Weber dengan definisi sosialnya
lebih menekankan perhatiannya pada proses pendefinisian realitas sosial, dan
bagaimana orang mendefinisikan situasi, baik secara intrasubjektif sehingga
melahirkan tindakan-tindakan tertentu sebagai akibatnya.
Teori interaksionisme simbolik yang
merupakan tindakan manusia dalam menjalin interaksinya dengan sesama anggota
masyarakat. Penjelasan-penjelasan teoritik itu selalu asumsi itu dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Makhluk
manusia bertindak kea rah berbagai hal atas dasar makna yang dimiliki hal-hal
itu bagi mereka.
2. Makna
hal-hal tersebut muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan kawannya.
3. Makna
hal-hal itu diambil dan dimodifikasi melalui sebuah proses interpretative yang
digunakan perorangan dalam hubungannya dengan hal-hal yang dihadapinya.
Helbert Blumer mengatakan ada
tiga prinsip utama asumsi atau premis interaksionisme simbolik yaitu :
- Manusia bertindak terhadap suatu benda, kejadian atau fenomena tertentu atas dasar makna yang dimiliki benda, kejadian atau fenomena itu bagi mereka.
- Makna suatu benda, kejadian atau fenomena muncul sebagai hasil interaksi sosial manusia satu dengan yang lainnya.
- Makna suatu benda, kejadian atau fenomena tidak melekat pada benda, kejadian atau fenomena itu sendiri, melainkan tergantung pada orang-orang yang terlibat dalam interaksi itu dan makna itu dimodifikasi dalam proses interpretasi yang digunakan oleh seseorang untk menghadapi benda, kejadian atau fenomena baru lainnya.
Perspektif ini berpendapat bahwa manusia
itu merupakan makhluk kreatif dan dapat menerjemahkan symbol-simbol yang
diterimanya. Anggota masyarakat dapat memberi makna yang berbeda-beda ketika
mendengarkan dakwah seseorang.
C. Teori Pertukaran
Teori
pertukaran (Exchange Theory)
merupakan salah satu teori sosiologi yang bernaung dibawah paradigma perilaku
sosial. Tokoh paradigma perilaku sosial adalah B.F. Skinner dengan karya tulis untuk menuangkan teorinya itu Beyond Freedom And Dignity.
Teori
pertukaran sosial ini tampak sangat menekankan pertimbangan untung rugi bagi
interaksi sosial antara seseorang dengan orang lain dalam masyarakat.
Asumsi-asumsi
yang mendasari teori perilaku sosial adalah sebagai berikut :
- Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimal tetapi mereka selalu ingin mendapatkan keuntungan dari interaksi dengan orang lain.
- Manusia tidak bertindak secara rasioanal sepenuhnya tetapi dalam setiap interaksinya dengan manusia cenderung berpikir untung rugi.
- Meski tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai alasan untuk mengembangkan alternative, tetapi manusia setidaknya memiliki informasi, meski terbatas yang dapat dipakai untuk mengembangkan alternative guna memperhitungkan untung rugi yang mungkin timbul.
- Manusia selalu berada dalam keterbatasan namunmereka tetap berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan manusia lain.
- Meski manusia selalu berupaya untuk mendapat keuntungan dari hasil interaksinya dengan manusia lain. Tetapi mereka dibatasi oleh sumber daya yang tersedia.
- Manusia berusaha mendapatkan hasil dalam bentuk materi, namun mereka juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non materi, misalnya emosi perasaan, suka dan sentimental.
Para tokoh teoritis pertukaran sosial menyatakan
bahwa ada lima
bentuk dasar dari perilaku sosial yang dapat dirumuskan dalam bentuk proposisi
sebagai berikut :
Ø Proposisi
pertama, disebut dengan psoposisi sukses. Yang mengungkapkan bahwa semakin
sering suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang itu mendatangkan ganjaran
atau tanggapan positif dari orang lain maka makin besar kemungkinan tindakan
yang serupa akan dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
Ø Proposisi
kedua, adalah proposisi stimulus yang mengandung pengertian bahwa jika suatu
stimulus (dapat berupa kejadian)tertentu telah merupakan kondisi yang dapat
mendatangkan ganjara atau tanggapan yang positif dari pihak lain. Maka semakin
besar kemungkinan seseorang akan melakukan tindakan seperti yang pernah dilakukan
ketika menghadapi stimulus yang serupa dengan yang sedang dia dihadapi
sekarang.
Ø Proposisi
ketiga atau proposisi nilai, proposisi ini merupakan kombinasi dari psoposisi
sebelumnya dan disebut juga dengan proposisi rasional. Makna yang
terkandung dari proposisi rasionalitas
adalah semakin bernilai bagi seseorang tindakan yang pernah dia lakukan maka
akan semakin besar kemungkinan akan diulanginya kembali tindakan-tindakan
serupa agar mendatangkan nilai yang berarti pula bagi dirinya.
Ø Proposisi
keempat adalah proposisi deprivasi-satrasi yang memiliki makna bahwa semakin
sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa bagi tindakan yang
dilakukannya. Maka semakin kurang bermakna ganjaran-ganjaran yang diterima
berikutnya.
Ø Proposisi
kelima adalah proposisi persetujuan-perlawanan. Proposisi ini mengandung makna,
pertama, jika tindakan seseorang tidak mendapatkan ganjaran sebagaimana yang
diharapkan, atau sebaliknya yaitu memperoleh hukuman yang tidak dia harapkan,
maka dia akan marah, melawan atau pun melakukan tindakan-tindakan agresif
lainnya. Akibat yang timbul dari tindakan amarah tadi, justru dianggap lebih
berharga / lebih bernilai baginya. Makna kedua dari proposisi ini adalah jika
tindakan seseorang mendatangkan ganjaran seperti yang ia harapkan atau bahkan
lebih besar atau tidak mendatangkan hukuman sebagaimana yang ia duga dan harapan,
maka ia akan merasa senang.
BAB
III
Dakwah
sebagai Rekayasa Sosial
Dalam
upaya mempengaruhi masyarakat untuk berubah, kegiatan dakwah dapat diartikan
sebagai rekayasa sosial. Dalam hal ini seorang da’I sebagai change agent dapat
melakukan dakwah dengan bermacam-macam bentuk ajakan, sesuai dengan fungsi
dakwah sebagai berikut:
A.
Dakwah
sebagai Ajakan
Dakwah yang semuala hanya berarti memanggil atau
mengajak kepada sesuatu, dalam pengertian khusus berarti mengajak ke jalan
Allah. Artinya mengajak seseorang atau kelompok orang untuk berislam,memeluk
agam islam dan mengamalkannya. Dakwah berarti mengajak kepada seseorang atau
sekelompok orang dari suatu situasi lain yanglebih baik dalam pengertian
menjadi lebih islami.
Dakwah merupakan ajakan atau seruan untuk mengajak
seseorang atau sejumlah orang untuk mengikuti dan mengamalkan ajaran dan
nilai-nilai islam. Dalam beragama itu seperti orang menuntut ilmu, dalam beragama
ada yang hanya sekedar mengaku beragama islam, ada yang baru mengucapkan
kalimat syahadat, ada yang sudah menjalankan sebagian dari pokok-pokok ajaran
islam, ada yang jauh lebih mendalam bahkan sampai zuhud dan sanggup berjihad bi
al amwal bi al anfus.
Yang di dakwahi adalah siapa saja termasuk ustadz,
ulama, kiai, mubaligh, zuama, pemimpin dll yang sedang lupa atau imannya sedang
menurun. Karena kualitas seseorang itu tidak selalu konsisten (tetap),
kadang-kadang imannya naik, kadang-kadang turun.
B.
Dakwah sebagai Proses komunikasi
Dakwah juga dapat dipahami sebagai proses komunikasi
(tabligh), setiap muslim, seperti Nabi saw, disuruh berkomunikasikan jaran
islam, betapapun pengetahuannya tentang islam masih sangat sedikit.komunikasi
itu dapat terjadi secara lisan, maupun tulisan. Cara komunikasi bisa langsung
dan tidak langsung. Komunikasi langsung juga dapat terjadi individual maupun
masal, melalui forum-forum, pengajian, dialog, integrasi sosial, jemaah,
silaturahmi, face to face dll. secar face to face, komunikasi tidak langsung
dapat juga melalui media cetak, media elektronik maupun lainya.
Sifat
komunikasi juga bermacam-macam. Ada
yang persuasive, edukatif, dsb. Dalam komunikasi dakwah harus dihindarkan
komunikasi yang sifatnya pemaksaan. Karena hal itu bertentangan dengan ajaran
dan nilai-nilai islam.
Dalam komunikasi itu selain terjadi transformasi
biasanya diikuti proses internalisasi iman dan islam, pengamalan, pentradisian
ajaran dan nilai-nilai islam serta perubahan keyakinan, sikap dan perilaku
manusia. Perunahan keyakinan, sikap dan perilaku itu terjadi setelah ada proses
komunikasi dan transformasi ajaran dan nilai-nilai itu.
C.
Dakwah
sebagai Penyebaran Rahmat Alloh
Dakwah
juga berarti penyebaran rahmat (cinta kasih) pada sesame manusia bahkan pada
sesama makhluk seluruh alam. Alloh menurunkan agama islam ini sebenarnya
merupakan wujud cinta kasih (rahman dan rahim) Nya, agar manusia hidupnya di
dunia baik (hasanah) dan selamat di akhirat (hasanah). Dakwah diperintahkan
agar orang-orang yang didakwahi itu hidupnya baik di dunia (hasanah fid dunya,
yakni cukup rezeki, sehat, damai dsb) dan di akhirat (hasanah fil akhirati,
yakni bebas dari neraka dan masuk surga).
D.
Dakkwah
sebagai Pembebasan
Islam
mengandung ajaran atau petunjuk tentang bagaimana membebaskan diri dari
belenggu dengan alam, materi,dan budaya atau tradisi. Bagaimana membebaskan
diri dari kebodohan, bagaimana melepaskan diri dari kebekuan berpikir,
bagaimana melepaskan diri dari kemiskinan, bagaimana melapaskan diri dari kemalasan.
Surat Al-alaq adalah
pembebasan dari kebekuan berpikir atau pencerahan manusia. Surat tersebut menjelaskan bahwa posisi manusia adalah sangat tinggi yaitu
langsung di bawah Alloh dan di atas makhluk-makhluk lainnya. Surat
Al-ikhlas yang merupakan surat
yang menegaskan pengakuan Alloh sebagai satu-satunya Dzat yang perlu diImani
dan di sembah, sekaligus membebaskan manusia dari belenggu syirik.
Surat Al-maun merupakan surat yang membebaskan manusia dari egoism.
Yang menharuskan setiap muslim untuk memperhatikan orang-orang lemah atau
dhu’afa dan menguatkan terhadap mereka yang meingatkan setiap muslim bahwa
tanpa itu Mereka hanya menjadi pendusta agama.dakwah juga berarti membebaskan
manusia dari kebodohan. Karena itu ajaran islam menganjurkan agar manusia
selalu berpikir dan menuntut ilmu. Dalam hal ini dakwah berarti pemberadapan
(civilization). Yakni dengan menganjurkan dan memerintahkan untuk selalu
berpikir dan belajar mendorong seseorang atau masyarakat untuk menjadi manusia
atau masyarakat yang berperadapan. Karena peradapan hanya bisa di bangun
melalui moral dan ilmu pengetahuan (QS, al-mujadalah:11)
Ada tiga pendekatan islam
dalam memberantas kemiskinan. Pertama, pesan islam antar lain mendorong manusia
untuk mencari rezeki Alloh (fadlullah)(QS. 62, al-Jum’ah:10) tidak melupakan
kehidupan dunia (QS.28, al Qashash:77). Dengan pesan ini penganut islam dicegah
agar tidak jatuh pada kemiskinan. Kedua, perintah untuk membebaskan orang lain
dari kekurangan materi antara lain adalah perintah infak, zakat, shodaaqoh dll.
Dalam QS.107, al- Ma’un Alloh
memerintahkan manusia untuk membebaskan penderitaan orang lain dengan member
makan kepada orang miskin, menyantuni anak yatim. Ketiga, dengan mengancam
orang yang tidak memanfaatkan harta kekayaan Alloh untuk kepentingan orang
bannyak, karena harta mempunyai nilai sosial.
Surat at-Takatsur
mengancam orang yang hidup bermewah-mewah. Pertama,, karena dengan hidup
bermewah-mewah orang dapat melupakan Tuhan dan melupakan sesama manusia. Kedua,
dengan bermewah-mewah orang cenderung menjadi malas. Ketiga, dengan hidup
bermewah-mewah orang akan dapat kehilangan kemanusiaannya dan menjadi egois.
Keempat, dengan bermewah-mewah dapat menimbulkan kecemburuan dan bahkan dapat
berkembang menjadi sumber kkonflik.
E.
Dakwah
sebagai penyelamat
Dakwah
juga berarti penyelamatan manusia dari berbagai hal yang mungkin timbul atau
yng telah terjadi yang merugikan manusia. Dakwah dalam pengertian pencegahan
atau sering disebut nahi mungkar adalah menjaga agar manusia tidak terp[erosok
ke dalam kesalahan atau dosa dan tidak mengalami degradasi kemanusiaan. Orang
yang berbuat kesalahaan atau dosa sebenarnya sedang mengalami degradasi
kemanusiaan. Artinya nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada dirinya menurun,
berkurang dan bahkanbisa hilang. Karena itu orang yang kehilangan niali-nilai
kemanusiaan perilakunya dapat menjadi seperti binatang ternak (kal-an’am)
bahkan menjadi rendah lagi (adhallu) dan pada tingkatan yang paling rendah lagi
menjadi yang di sebut asfala safilin.
Sebaliknya
orang yang melakukan tindak kejahatan. Ia telah merusak peradapan. Orang yang
senantiasa melakukan tindak kejahatan tidak member kontribusi bagi peradapan
manusia tetapi justru menyebabkan peradapan manusia menjadi merosot. Dengan di
dakwahi, tindakan-tindakan kejahatan,tidak jujur,pendendam bisa dicegah dan itu
berarti manusia bisa diselamatkan dari berbagai tindakan buruk. Dengan demikian
dakwah berarti juga berarti penyelamatan manusia.
Dalam
bahasa al-Qur’an dikatakan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan diangkat
kepada kedudukan yang tinggi. Kenyataan memang seringkali membuktikan bahwa
orang-orang yang memperoleh kedudukan tinggi adalah yang bermoralitas,
dedikasi,integritas, komitmen dan kepakarannya tinggi. Dengan demikian dakwah
dapat dikatakan sebagai bentuk dan upaya membebaskan manusia dari berbagai
penderitaan dan kondisi-kondisi negative dan dari siksa di akhirat.
F.
Dakwah
sebagai Upaya Membangun Peradapan
Seperti yang tela
dikemukakan, manusia dicipatakan Allah swt untuk menjadi khalifah (wakil tuhan)
dimuka bumi. Sebagai khalifah seharusnya manusia mengikuti konsep dan kebijakan
yang diwkilinya. Konsep dan kebijakan itu terdapat dalam al-Qur’an. Sebagai
wakil Allah manusia juga seharusnya memiliki ahklak yang mulia seperti ahklak Nya.
Maksudnya, manusia harus memiliki ilmu, sebab Allah itu maha mengetahui.
Manusia harus kreatif, kerena Allah itu maha kreatif. Manusia harus mencintai
sesama, karena Allah itu maha penyayang, manusia harus pemaaf, karena Allah itu
maha pengampun. Manusia harus berupaya menjadi kaya, karena Allah itu maha
penganpun. Manusia harus berupaya menjadi kaya, kerena Allah itu maha kaya.
Manusia harus adil, karena Allah itu maha adil.
BAB IV
DAKWAH DAN
PERUBAHAN SOSIAL
Fungsi dakwah dapat dikatakan bahwa
merupakan kegitan yang memberikan persuasi dan bersifat persuasif. Dakwah
merupakan pembicaraan yang memiliki prinsi-prinsip tertentu, yang perlu
dirancang dengan cermat, keren dimaksudkan untuk mempengaruhi pikiran, sikap,
dan tindakan orang lain. Yang sangat dituntut dalam pembicaraan informative dan
persuasif adalah kemampuan dan kredibilitas si pembicara. Kemampuan menetapkan
dan menetapkan strategi yang jitu untuk menarik simpati khayalak
pendengarmenempati posisi yang sangat penting. Jika kondisi tersebut telah
dikuasai, maka khayalak pendengar akan dengan senang hati dan bahkan merasa
perlu untuk melakukan hal-hal yang sebagaimana yang diharapan oleh pembicara.
A. Cara Kerja
Menyampaikan Informasi (Pembicaraan Informative)
Ø Prinsip-prinsip Pembicaraan Informatif
1.Batasi Jumlah Informasi
Jika anda bermasud bercakap cakap dengan
rekan anda atau orang lain, batasilah jumlah informasi kepada mereka
2.Tekanlah Manfaat
Yang terpenting adalah bahwa didalam
pembicaraan anda kepada mereka itu haruslah menekankan manfaat dari informasi
tersebut bagi tujuan atau kebutuhan mereka.
3.Kaitkan Informasi Baru Dengan Yang Lama
Kawan bicara anda akan lebih mudah
mencerna informasi dan akan mengingatnya lebih lama apabila anda mengaitkan
dengan hal-hal yang mereka ketahui. Apabila anda ingin menguraikan bagaimana
rupa atau bentuk sesuatu yang baru, bandingkanlah dengan sesuatu yang mirip.
4.Sajilkan Informasi Melalui Beberapa Alat Indra
Para
pendengar atau pun kawan bicara anda akan mengingatkan dengan baik informasi
yang mereka terima melalui beberapa alat indera, misalnya pendengar, penglihat,
pencium, pengecap dan peraba.
5.Variasikan Tingkat Abstraksi
Dalam pembicaraan informative anda akan
memusatkan pada pendemontrasian dan pendefisikan berbagai istilah dan proses.
Anda mungkin melkakukan ketiga hal ini dalam satu pembicaraan atau mungkin anda
memusatkan keseluruhan pembicaraan anda pada deskripsi, demontrasi dan defnisi
saja. Berikut ini contoh masing-masing dari ketiga macam pembicaraan itu:
1. Pembicaraan Deskripsi
Dalam
pembicaraan deskripsi, anda mencoba menjelaskan obyek atau orang tertentu,
kejadian atau proses tertentu.
2. Strategi Untuk Penguraian
Berikut
ini contoh untuk menguraikan obyek dan orang, peristiwa dan proses:
a. Guna pola
special atau topical apabila anda hendak menguraikan obyek dan orang. Gunakan
pola temporal apabila hendak menguraikan peristiwa dan proses.
b. Gunakan beragam kategori deskripsi untuk
menguraikan obyek atau peristiwa.
c. Pertimbangan
penggunaan alat Bantu audiovisual.
d.
Kita juga perlu mempertimbangkan
pola jurnalistik dalam membuat laporan
berita siapa, apa, dimana, kapan dan mengapa.
3. Mengembangkan Pembicaraan Deskriptif
Uraian dibawah
ini menggambarkan bagaimana anda dapat
menyusun pembicaraan deskritif. Melalui contoh ini, pembicara menguraikan 4
langkah dalam membaca sebuag buku agama. Setiap butur utama merupakan salah
satu langkah utama . pola pemikirannya dalah temporal. Pembicaraan membahas
butir-butir utama menurut
urutannkejadian.
Pembicaraan Mengenai
Definisi
Definisi adalah pernyataan tentang makna suatu
konsep atau istilah. Gunakan definisi apabila anda ingin menjelaskan konsep
yang sulit atau belum dikenal atau apabila anda ingin membuat suatu konsep
lebih hidup atau menarik.
1. Strategi untuk Mendefinisikan
a. Gunakan
beragam definisi
b. Pastikan definisi itu menambahkan kejelasan
c. Gunakan
sumber yang dipercayakan dalam mendefinisikan
d.
Mulai dari apa yang dikenal atau
diketahui jamaah
2. Mengembangkan Pembicaraan Tentang Definisi
Pembicaan Demonstrasi
Dalam menggunakan demonstrasi ( atau dalam
pembicaraan yang sepenuhnya ditunjukan untuk demonstrasi ), anda akan
memperlihatkan sesuatu atau bagaimana sesuatu itu berlangsung.
a
Strategi
Untuk Demonstrasi
Dalam mendemostrasiakan cara melakukan
sesuatu perlu diperhatikan beberapa panduan sebagai berikut:
a.
Gunakan pola organisasi temporal (dalam banyak hal).
b.
Sajikan gambaran umum dan kemudian bicarakan.
c.
Gunakan alat Bantu visual yang memperlihatkan langkah-langkah proses
secara berurutan.
b. Mengembangkan
Pembicaraan Demontrasi
Pembicaraan demokrasi dimana pembicara
mendemontrasikan bagaimana mendengarkan secara aktif. Sasaran spesifik:
mendemontrasikan tiga teknik secara aktif. Tesis : kita dapat mempelajari cara
mendengarkan secara aktif
a.
Menafsirkan maksud pembicara
b.
Menyatukan pengertian atas perasaan pembicara
c.
Mengajukan pertanyaan
Mengamplifikasi Bahan
Dalam hal ini
ada bebecara untuk menjelaskan pokok-pokok bahasan yaitu:
a.
Contoh dan Ilustrasi
Contoh dan ilustrasi adalah hal-hal spesifik yang
dijelaskan secara rinci. Hal spesifik yang relative singkat adalah contoh.
Contoh dan ilustrasi bermanfaat apabila anda ingin membuat kongkret konsep yang
abstrak
b.
Menggunakan Contoh dan Ilustrasi
Ajukan pertanyaan pada diri sendiri
tentang contoh dan ilustrasi anda. Apakah contoh atau ilustrasi itu bersifat
tipikal atau representative?
a.
gunakan contoh-contoh yang representative bagi kelompok obyek yang
anda bicarakan.
b.
Gunakan contoh yang terkait langsung dengan proporsisi yang ingin anda
jelaskan.
BAB
V
SOSIOLOGI UMAT DAN DAKWAH
Massa dan
Aspek-Aspeknya
Massa itu sendiri, menurut denis Mcquaill,
merupakan konsep yang ambivalen dan memiliki banyak konotasi. Selanjutnya dia
mengatakan bahwa dalam ilmu sosial, sejak dulu hingga sekarang kata massa memiliki makna
positif dan negative secara tegas. Makna negatifnya menurut sejarah berasal
dari pemakaian kata massa
dalam kaitan dengan kerumunan orang banyak. Dalam konteks ini kata massa arti tidak memiliki
budaya, kecakapan, dan bahkan rasionalitas. Sementara itu pengertian
positifnya, mengandung konotasi kekuatan dan solidaritas dikalangan kelas
pekerja. Kekuatan dan solidaritas muncul ketika para pekerja itu diarahkan
untuk mencapai tujuan yang kolektif.
Dakwah dan
Khalayak Massa
Untiuk menjelaskan
fungsi dakwah sebagai komunikasi informal dan khalayak massa
dari perspektif sosiologis, dapat dikemukakan beberapa contoh studi sosiologis
yang berisi inforrmasi tentang komunikasi massa
sebagai proses sosial.pertama akan dikemukakan.
Komunikasi informasi dan
khalayak massa
Dalam rangka menjelaskan komunikasi
informal dan khalayak massa dari perspektif
sosiologis ini Charles R. Wright menurunkan beberapa contoh studi sosiologis
yang berisi informasi tentang komunikasi massa
sebagai proses sosial. Pertama, akan dibicarakan tiga penelitian perintis
tentang pemuka pendapat (opinion leader), dan hubungan antara pemuka pendapat
dengan media massa.
1.
Para Pemuka Pendapat Dalam Kampaye Pemelihan Umum
Charles R. Wright menuturkan bahwa,
pengakuan sosiologi pertama tentang pentingnya individu dalam menjebatani media
massa dan
public pada umumnya merupakan bagian dari studi perintis mengenai perilaku
memilih yang dilakukan o;eh lanzarsfeld dan kawan-kawan selama kampaye presiden
ditahun 1940. tinjauan tentang sebagian latar belakang studi ini memberikan
suatu perspektif atas penelitianberikut mengenai pemuka pendapat.
Everett M Rogers juga menyebutkan bahwa,
peneliy\tian komunikasi dalam 25 tahun terahir ini telah banyak mengam,bil
maanfaat dari pengguna model komunikasi dua tahap. Pada saat yang sama
penelitian ini telah menunjukkan pula
beberapa kelemahan dalam model komunikasi dua tahap. Ada enam kelemahan model komunikasi dua tahap
yaitu:
a.
model tersebut menyatakan bahwa individu yang akatif dalam mencari
informasi hanya pemuka pendapat, sedangkan para anggota masyarakat pada umumnya
pasif.
b.
pandangan bahwa proses komunikasi massa
p[ada hakikatnya dua tahap, ternyata membatasi proses analisis sebab proses
komunikasi dapat terjadi dalam dua tahap atau lebih.
c.
Model komunukasi dua tahap menunjukkan betapa tergantungnya pemuka
pendapat akan informasi pada media massa
d.
Penelitian tahun 1940, yang menhasilkan model komunikasi dua tahap,
mengabaikan perilaku media massa
berdasarkan “waktu” ide baru.
e.
Berbagai saluran komunikasi berperan dalam berbagai tahap peneruimaan
inovasi dan pengambilamn keputusanpemisahan audience atas pemuka pendapat dan
masuyarakat pengikut (follower) dilakukan oleh model komunikasi dua tahap
2.
Pola-Pola Pengaruh Disebuah Kota Kecil
Merton dan teman-temannya telah membuat suatu penemuan penting
yang telah memperluas penegrtian kita mengenai pemuka pendapat pada umumnya dan
mengenai ruang lingkup diantara mereka dengan komunikasi massa pada khususnya. Penemuan itu telah
menjadi bukti bahwa konsep keseluruhan mengenai influentials (orang-orang yang
berpengaruh) tidak cukup spesifik, karena tidak satu corak tampak pada pemuka
pendapat dikota tersebut. Merton telah
mengidentifikasi para pemuka pendapat
iini sebagai local influentials (tokoh local) dan cosmopolitan
enfluentils (tokoh kosmopolotan)
3.
Pengaruh Personal Dikota Yang Lebih Besar
Ada
empat permasalahan yang menarik Elihu Kaatz dan paul Lazarsfeld:
1. Mereka tertarik untuk menetapkan dampak pengaruh
personal dibandingkan dengan dampak media massa
2. Mereka telah meneliti karaasteristik yang telah
membedakan pemuka pendapat dari orang-orang yang buka pemuka pendapat dalam
keempat bidang ini.
3. Mereka meneliti arus pengaruh (the flow influence)
4. Mereka telah mempelajari bagaimana pengaruh
personalberkaitan dengan media massa
Wright mengatakan, daripada membuat
tinjauan penelitian yang komperhensif(suatu tugas yang jauh melebihi ruang
lingkup bab ini), kami akan memilih babarapa penelitian mutahir atau bidang
penelitian yang merupakan contoh dari wawasan sosiologis yang sedang berkembang
mengenai hubungan pengaruh personal dengan komunitas personal dengan komunikasi
massa.
4.
Pencarian Pendapat, Pengindaran dan Kepemimpinan Pendapat
Para pencari pendapat (opinion seekers) berbeda dari para
pendapat (opinion avoiders) dalam tingkat minat meraka pada topic dan
pokok-pokok yang terkait itu (tetapi tidak pada persoalan yang lain) dan dalam
hal terapan media massa
yang sangat mungkin relevan dengan topic tersebut (tetapi terpaan pada media
lain). Pencarian pendapat adalah peserta yang aktif dalam system komunikasi, mereka
bukan hanya memberi pandangan sejawatnya tetapi juga lebih banyak menggunaka
media komunikasi lainnya. Banyak para pencari pendapat ini pada gilirannya
berfungsi sebagai pemuka pendapat bagi orang lain. Sebaliknya penghindar pendapat
relative terisolasi dari arus komunikasi menngenai suatu persoalan tertentu.
5.
Studi Interpersonal Tentang Pembuatan Pendapat (opinion makers)
Para pembaca pendapat ini
cenderung membaca lebih banyak dan mendengar lebih banyak tentang komunikasi. Dengan
demikian, para wartawan dan editor media massa
serta politikus dan juru bicara kelompok yang berkepentingan, yang
pertanyaan-pertanyaannya muncul dalam media, dapat dipandang sebagai para
opinion maker (pembuat pendapat) bagi pemuka pendapat local yang kemudian
mempengaruhi orang-orang lain. Proyek penelitian secara jelas telah menunjukkan
baik kelayakan maupun nilai pendekatan tersebut. Laporan penemuan terdahulu
mencakup hal yang luas, termasuk informasi mengeanai batas-batas consensus
tentang masalah kebijakan ekonomi dan luar negeri diantara para pemimpin
amerika.
6.
Adopsi Dan Difusi Inovasi
Selama bertahun-tahun para sosiolog telah tertarik untuk
mempelajari adopsi bermacam-macam inovasi dalam bidang pertanian, praktik
kesehatan, perihal konsumen, praktik keluarga berencana, dan berbagai bidang
kehidupan lainnya. Misalnya, saja sejak tahun 1920-an, tetapi terutama sekeli tahun 1940-an, para ahli sosiologi
pedesaan telah mempelajari masalah tentang bagaimana inovasi teknologi
dipelajari dan dipakai oleh para petani. Selam adopsi inovasi (dalam bidang
pertanian, atau dalam bidang kehidupan lainnya) menghadapi penerimaan secara
sukarela oleh individu, ia memiliki cirri-ciri yan sama dengan proses
pengambilan keputusan oleh individu mengenai hal-hal lain seperti pemberian
suara dalam pemilu.
7.
Bagaimana Berita Menyebar
Penelitian mengenai bagaimana orang
mengetahui peristiwa-peristiwa berita yang penting atau rytin telah menambah
pengetahuan kita mengenai beberapa hal, seperti media manakah yang memberikan
informasi awal dan informasi tambahan, berapa lamakah waktu yang dibutuhkan
agar berita menyabar keberbagai lapisan masyarakat, dan apakah peranan kontak
proses komunikasi ini.
Ini resume dri buku apa, dapusnya donk
BalasHapus