Sabtu, 17 Januari 2015

“PERALIHAN BATINIAH” DI BALI DEWASA INI



Kita mendengar banyak akhir-akhir ini mengenai modernisasi politis dan ekonomiis di negaranegara baru di asia dan afrika tapi kta sedikit mendengar tentang modernisasi religius. Bila tidak di abaikan sama sekali, agama cendrung dilihat entah sebagai kendala yang kuno sama sekali kemajuan yang di perlukan atau suatu bebnteng perlindungan bagi nilai-nilai kebudayaan yang ada sebelumnya yang terancam oleh kekuatan-kekuatan yang mengikis dari perubahan yang cepat. sedikit perhatian yang di berikan pada perkembangan religius pada dan dari dirinya sendiri, pada keajengan-keajengan tranformasi yang terjadi dalam sistim-sistim ritual dan kepercayaan masyarakat-masyarakat yang mengalami revolusi-revolusi sosial menyeluruh.
Pandangan kita ttentang agama-agama asia dan afrika apa adanya anehnya tak berubah. Kita mengharapkan agama-agama itu bertahan atau punah. Tapi kitatidak mengharapkan agama-agama berubah.

A.    Konsep tentang rasionalisai agama
Sosiolog jerman max weber mengemukakan sebuah distingsi anntara dua macam kutub ideal dari agama-agama dari sejarah dunia.
Kutub tesebut adalah taradisional dan yang di rasionalkan. Titik kontras ini beralih menjadi sebuah perbedaan dalam hubungan antara konsep-konsep religius dan bebtuk-bentk sosial. Taradisional konsep weber (dia juga menyebutkan magis) konsep ini menggambarkan “semua cabang kegiatan manusia…..menjadi lingkaran magis simboliik”, mengenai konsep-koonsep yang di rasionalisasikan tidak begitu ketat jalin-menjalin dengan detail-detail kongret kehidupan biasa. Konsep itu “terpisah”, “di atas”,  “di luar”, dalam konsep itu terwujud bagi masyarakat sekuler tidak bersfat dekat dan tahan teruji melainkan jauh problemaatis. Agama yang di rasionalisasikan, sejauh dirasionalisasikan, bersifat sadar diri dan memiliki kebijaksanaan duniawi.
Agama-agama tradisional adalah sebuah sebuah koleksi yang sembarangan dari tinndakan-tindakan ritual yang ramai dan gambaran-gambaran animistik yang hidup dan melibatkan diri secara inndepenndenn, terpotoong-potong, dan langsung dengan hampir segala macam peristiwa. Weber juga menyebutkan “masalah-masalah makna” satu persatu yaitu: kejahatan, penderitaan, prustasi, keterpesonaan dan sebagainya. (dengan memperhatikan kegiatan-kegiatan yang yang kurang definsif dari agama: seperti perayaan kelangsungan, kemakmuran, dan solidaritas manusia,strategi yang sama di langsungkan).
Agama-agama yang dirasionalisasikan, karna di lain pihak lebih bersifat absrtak, koheren dan di rumuskan secara lebih umum. Sedangkan masalah-masalah makna dalam sistem tradisional lebih di ungkapkan hanya secara implisita saja, sedangkan di dalam rasionalosai terseut cendrung perumusan-permusannya inklusih dan menyebabkan sikap-sikap komprehensiif.

1.      Agama Bali Tradisional
Ada tiga hal penting dalam agama bali tradisional barangkali palinf penting; yakni sistem pura, pensakralan ketidaksamaan sosial dan upacara kematian dan sihir. Yang ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut.

a.      Sistem Pura
Bentuk-bentuk religius yang berhubungan dengan sistem pura seperti arstektur yang pada dasarnya adalah mirip dengan pura, hampir seluruhnya bersifat seremonial saja. Yang terpenting dalam sistem ini setiap anggota mematuhi tradisi-tradisi secara benar dan tepat pada tempatnya, namun jika tidak anggota tersebut akan jatuh secara sendirnya terhadap peruhana yang ekternal.

b.      Pensakralan ketidaksamaan sosial
Di dalam hal ini berpusat pada satu pihak di sekitar imamat brahmana dan di lain pihak di sekitar upacara-upacara yang tak terbilang jumlahnya banyak keturunan raja-raja, pangeran dan bangsawan-bangsawan bali menyatakan dan mengukuhkan kekuasaan mereka para keturunan raja.
Penguasa dan pedanda (Penghulu Dalam Agama Hindu) di anggap berdiri berseblahan sebagai”saudara-saudara penuh”. Yang satu tanpa yang lain akan jatuh, Pertama karena kurangnya potensi karismatik, yang Kedua kurangnya perlindungan senjata.

c.       Upacara kematian dan sihir
Mengenai agama orang bali dalam melakukn sebuah ritual mereka mempercayai dua orang tokoh yang saling bertempuran, rangda dan barong, di dalam diri rangda terdapat ratu para penyihir yang menyeramkan, janda tua,pelacur yang layu, penjelmaan dewi maut pembunuh anak, di atas ini menggambarkan sebuah kejahatan yang sangat jahat.
Dalam diri barong sesosok dewa yang samar-samar ramah dan agak lucu, yang melihat dan bertindak seperti campuran antara seekor beruang yang lucu dan seekor anjing yang tolol dan lain-lain. Mereka membangun suatu gambaran yang hampir menyindir tentang kekuatan dan keringkihan manusia.

2.      Rasionalisai Agama Bali
Karena orang bali, dalam arti luas adalah beragama Hindu merupakan bagian terpenting dari kehidupan mereka yang relatif akan dirasionalisasikan juga menjadi agama yang melampaui dan mengatasi aliran deras religisitas popular yang memiliki sistem teologi (ilmu ketuhanan) entah yang bersifat etis atau mistis (berhubungan dengan hal yang gaib) yang maju

KESIMPULAN
Menanggapi persoalan di atas, sebagai insan yang hidup di tengah-tengah modernisasi hendaknya mengadakan perubahan terhadap cara berpikir sehingga dapat mempengaruhi sikap dan cara hidupnya. Cara-cara berpikir yang masih koservatif, terlalu kolot pada pemikiran tradisional akan menjadi penyebab kemunduran bagi setiap peradaban.
            Melihat hal itu dengan mengambil pemikirannya Hasan Hanafi, bukannya mengambil kebudayaan dan nilai-nilai atau modernitas Barat secara keseluruhan. Ia juga tidak menginginkan tradisi-tradisi lama terus dilestarikan, serta Ia tidak menghendaki perubahan dilakukan dengan ahistoris seperti yang dilakukan oleh kelompok liberal sekular atau berifat duniawi (Nurhakim, 2003: 28).
            Hanya saja sebagai catatan penting dari dua kutub ideal di atsa, maka haruslah terlebih dahulu tradisi-tradisi lama ditafsirkan berdasarkan realitas kontemporer .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar