Kita mendengar banyak
akhir-akhir ini mengenai modernisasi politis dan ekonomiis di negaranegara baru
di asia dan afrika tapi kta sedikit mendengar tentang modernisasi religius.
Bila tidak di abaikan sama sekali, agama cendrung dilihat entah sebagai kendala
yang kuno sama sekali kemajuan yang di perlukan atau suatu bebnteng
perlindungan bagi nilai-nilai kebudayaan yang ada sebelumnya yang terancam oleh
kekuatan-kekuatan yang mengikis dari perubahan yang cepat. sedikit perhatian
yang di berikan pada perkembangan religius pada dan dari dirinya sendiri, pada
keajengan-keajengan tranformasi yang terjadi dalam sistim-sistim ritual dan
kepercayaan masyarakat-masyarakat yang mengalami revolusi-revolusi sosial
menyeluruh.
Pandangan kita ttentang
agama-agama asia dan afrika apa adanya anehnya tak berubah. Kita mengharapkan
agama-agama itu bertahan atau punah. Tapi kitatidak mengharapkan agama-agama
berubah.
A. Konsep tentang
rasionalisai agama
Sosiolog jerman max weber mengemukakan sebuah
distingsi anntara dua macam kutub ideal dari agama-agama dari sejarah dunia.
Kutub tesebut adalah taradisional dan yang di
rasionalkan. Titik kontras ini beralih menjadi sebuah perbedaan dalam hubungan
antara konsep-konsep religius dan bebtuk-bentk sosial. Taradisional konsep
weber (dia juga menyebutkan magis) konsep ini menggambarkan “semua cabang
kegiatan manusia…..menjadi lingkaran magis simboliik”, mengenai konsep-koonsep
yang di rasionalisasikan tidak begitu ketat jalin-menjalin dengan detail-detail
kongret kehidupan biasa. Konsep itu “terpisah”, “di atas”, “di luar”, dalam konsep itu terwujud bagi
masyarakat sekuler tidak bersfat dekat dan tahan teruji melainkan jauh
problemaatis. Agama yang di rasionalisasikan, sejauh dirasionalisasikan, bersifat
sadar diri dan memiliki kebijaksanaan duniawi.
Agama-agama tradisional adalah sebuah sebuah koleksi
yang sembarangan dari tinndakan-tindakan ritual yang ramai dan
gambaran-gambaran animistik yang hidup dan melibatkan diri secara
inndepenndenn, terpotoong-potong, dan langsung dengan hampir segala macam
peristiwa. Weber juga menyebutkan “masalah-masalah makna” satu persatu yaitu:
kejahatan, penderitaan, prustasi, keterpesonaan dan sebagainya. (dengan
memperhatikan kegiatan-kegiatan yang yang kurang definsif dari agama: seperti
perayaan kelangsungan, kemakmuran, dan solidaritas manusia,strategi yang sama
di langsungkan).
Agama-agama yang dirasionalisasikan, karna di lain
pihak lebih bersifat absrtak, koheren dan di rumuskan secara lebih umum.
Sedangkan masalah-masalah makna dalam sistem tradisional lebih di ungkapkan
hanya secara implisita saja, sedangkan di dalam rasionalosai terseut cendrung
perumusan-permusannya inklusih dan menyebabkan sikap-sikap komprehensiif.
1.
Agama
Bali Tradisional
Ada tiga hal penting dalam agama bali tradisional
barangkali palinf penting; yakni sistem pura, pensakralan ketidaksamaan sosial dan upacara kematian
dan sihir. Yang ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut.
a.
Sistem
Pura
Bentuk-bentuk religius
yang berhubungan dengan sistem pura seperti arstektur yang pada dasarnya adalah
mirip dengan pura, hampir seluruhnya bersifat seremonial saja. Yang terpenting
dalam sistem ini setiap anggota mematuhi tradisi-tradisi secara benar dan tepat
pada tempatnya, namun jika tidak anggota tersebut akan jatuh secara sendirnya
terhadap peruhana yang ekternal.
b. Pensakralan ketidaksamaan sosial
Di dalam hal ini berpusat
pada satu pihak di sekitar imamat brahmana dan di lain pihak di sekitar
upacara-upacara yang tak terbilang jumlahnya banyak keturunan raja-raja,
pangeran dan bangsawan-bangsawan bali menyatakan dan mengukuhkan kekuasaan
mereka para keturunan raja.
Penguasa dan pedanda (Penghulu
Dalam Agama Hindu) di anggap berdiri berseblahan sebagai”saudara-saudara
penuh”. Yang satu tanpa yang lain akan jatuh, Pertama karena kurangnya
potensi karismatik, yang Kedua kurangnya perlindungan senjata.
c. Upacara kematian dan sihir
Mengenai agama orang bali
dalam melakukn sebuah ritual mereka mempercayai dua orang tokoh yang saling
bertempuran, rangda dan barong, di dalam diri rangda terdapat ratu para
penyihir yang menyeramkan, janda tua,pelacur yang layu, penjelmaan dewi maut
pembunuh anak, di atas ini menggambarkan sebuah kejahatan yang sangat jahat.
Dalam diri barong sesosok
dewa yang samar-samar ramah dan agak lucu, yang melihat dan bertindak seperti
campuran antara seekor beruang yang lucu dan seekor anjing yang tolol dan lain-lain.
Mereka membangun suatu gambaran yang hampir menyindir tentang kekuatan dan
keringkihan manusia.
2.
Rasionalisai
Agama Bali
Karena orang bali, dalam
arti luas adalah beragama Hindu merupakan bagian terpenting dari kehidupan
mereka yang relatif akan dirasionalisasikan juga menjadi agama yang melampaui
dan mengatasi aliran deras religisitas popular yang memiliki sistem teologi (ilmu
ketuhanan) entah yang bersifat etis atau mistis (berhubungan dengan hal
yang gaib) yang maju
Menanggapi persoalan di atas, sebagai insan yang hidup di tengah-tengah
modernisasi hendaknya mengadakan perubahan terhadap cara berpikir sehingga
dapat mempengaruhi sikap dan cara hidupnya. Cara-cara berpikir yang masih
koservatif, terlalu kolot pada pemikiran tradisional akan menjadi penyebab
kemunduran bagi setiap peradaban.
Melihat hal itu dengan mengambil
pemikirannya Hasan Hanafi, bukannya mengambil kebudayaan dan nilai-nilai atau
modernitas Barat secara keseluruhan. Ia juga tidak menginginkan tradisi-tradisi
lama terus dilestarikan, serta Ia tidak menghendaki perubahan dilakukan dengan
ahistoris seperti yang dilakukan oleh kelompok liberal sekular atau berifat
duniawi (Nurhakim, 2003: 28).
Hanya saja sebagai catatan penting
dari dua kutub ideal di atsa, maka haruslah terlebih dahulu tradisi-tradisi
lama ditafsirkan berdasarkan realitas kontemporer .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar