Minggu, 31 Oktober 2010

WANITA DALAM ISLAM "Dalam kontek kekinian"

Oleh: Moh. Rafiuddin

Di dalam islam semua wanita diperbolehkan untuk melakiukan sebuah pekerjaan di mana seorang wanita masih mampu mengerjakan pekerjaan sorang laki-laki dan yang di peroleh upahnya sepenuhnya di milikinya, dalam hal ini banyak wanita yang ikut dalam bakti sosial dan kebuadayaan. Dan sekarang sudah banyak wanita dalam berperan sebagai laki-laki, dan wanita banyak yang menjabat sebagai pemimpin, dan terjun ke politik, sebagai insinyor, dokter dan lain sebagainya.
Dan sebelum islam berkembang banyak kaum wanita itu sudah membantunya dalam banyak hal mulai dari peperangan, pertolongan kesehatan yang terluka pada saat peperangan terjadi pada masa nabi muahammad SAW.
Pertama pada zaman kegemilangan itu kepergian wanita ke medan perang bukan suatu faktor kekuatan penting. Di samping keikutsertaan mereka di dalam berperang adl atas nama pribadi tidak atas nama kelompok. Kedua para wanita itu tidak ikut serta keluar ke medan jihad kecuali dgn izin Rasulullah dan atas desakan dari mereka sendiri. Ketiga keperanan wanita di medan perang disesuaikan dgn kodrat kewanitaannya. Mereka tidak ikut latihan berkuda sebagaimana yg dilakukan kaum lelaki juga tidak bersenjatakan pedang atau perisai. Kecuali krn situasi yg sangat mendesak dan gawat seperti yg dilakukan oleh Nusaibah binti Ka’b yg membela Rasulullah dgn pedangnya pada perang Uhud juga sahabat wanita yg lain seperti Rumaisha’ yg dgn golok merobek perut tiap kaum musyrikin yg melewatinya. Keempat dan ini yg terpenting para wanita yg pergi ke medan jihad tidak berangkat kecuali dgn mahram yg senantiasa menyertainya.
Dari sini jelaslah bahwa para wanita Islam sesuai fakta sejarah tidak ikut serta membentuk pasukan militer seperti yang dilakukan kaum lelaki di medan jihad. Dan secara hukum mereka tidak diwajibkan memenuhi panggilan jihad sebagaimana kaum lelaki. Dan kalau misalnya ikut serta maka keperanannya di medan jihad adl sebatas kodrat kewanitaannya. Hal ini berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah
Artinya: “Aku ikut berperang bersama Nabi sebanyak tujuh kali aku menggantikan mereka dalam menjaga perbekalan aku buatkaan mereka makanan aku obati mereka yg terluka dan aku menjaga mereka yg sakit.
Membuat makanan mengobati orang terluka dan menjaga orang sakit adl pekerjaan yg memang sesuai dgn kodrat wanita. Di masyarakat manapun memang itulah peranan yg seyogyanya di perankan oleh wanita. Dan perlu digarisbawahi keikutsertaan wanita dalam melakukan hal-hal di atas dalam suasana perang- hanyalah sunnah tidak wajib. Seruan seorang wanita pada masa Nabi kaum wanita pernah menuntut agar diberi kesempatan melakukan jihad secara kelompok dan terorganisir sebagaiman mereka juga menuntut agar diberi pahala jihad yg sama dgn kaum lelaki. Salah seorang dari sahabat wanita atas nama segenap kaum wanita pada waktu itu mengadu kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah aku adl delegasi segenap kaum muslimah kepadamu. Jihad telah diwajibkan oleh Allah atas kaum lelaki. Jika mereka menang mereka mendapatkan balasan pahala dan jika mereka terbunuh maka mereka tetap hidup di sisi Allah dan diberi rizki. Lalu apa bagian kami dari itu semua?” Nabi menjawab “Sampaikanlah kepada segenap kaum muslimah yg engkau temui bahwa keta’atan kepada suami dan memenuhi hak-haknya adl sama dgn itu . Tetapi sedikit sekali dari kalian yg melakukannya.” Jadi keta’atan kepada suami dan memenuhi hak-haknya adalah senilai dgn pahala jihad fisabililllah. Karena itu arena jihad wanita muslimah adl di rumah melayani suaminya dgn baik dan memenuhi hak-haknya. Tidak dgn keluar secara terorganisir me-manggul senjata sebagaimana yg diinginkan oleh para penyeru emansipasi.
Sebenarnya yg mereka inginkan adalah pergaulan bebas antara kaum adam dan hawa tanpa batas di tiap lapangan kehidupan bahkan hingga di medan perang. Mereka ingin meni’mati tubuh wanita yg tidak menutup auratnya.
Di samping itu seakan-akan mereka menuduh kaum pria begitu lemah dan telah kehilangan kekuatan-nya. Seakan medan perang telah hilang pilar penyangganya sehingga harus diisi oleh kaum wanita yg secara struktural biologis lebih lemah dari pria. Sungguh suatu pemutarbalikan kebenaran dan membungkus kebatilan dgn baju kebenaran.
Karena itu hendaknya para penyeru emansipasi utamanya dari kalangan umat Islam memahami bahwa jihad seorang wanita berdasarkan hadits adalah keberang-katannya melaksanakan haji dan umrah. Sedangkan shalatnya yg lima waktu keta’atannya kepada suami serta puasanya di bulan Ramadhan pahalanya menyamai pahala jihad. Jika tidak mau memahami juga hendaknya para wanita muslimah menyadari bahwa seruan emansipasi pria wanita itu tak lain hanyalah salah satu upaya penghancuran Islam dari dalam. Agar mereka tak lagi mematuhi ajaran-ajaran agama.
Maka wahai saudariku muslimah tutuplah pintumu dari seruan mereka yg hendak menghancurkanmu. Perlihatkan kepada mereka keta’atanmu kepada manhaj dan jalan hidup para isteri Nabi. Hal yg pasti membuat mereka marah dan menjadikan program mereka sia-sia belaka. Hendaknya hanya kepada Allah Ta’ala wahai wanita muslimah yg mulia engkau tujukan segenap hidupmu. Dia Yang Maha Suci yg menolong dan meridhaimu. Dalam hal ini kaum wanita jaman duku ataupun sekarang sudah banyak berpartidifasi dalam perkembangan islam pada saat ini, meskipun di pertentangankan pada saat sekarang oleh kaum intelektual laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar